SELAMAT DATANG

BULETIN UPK CIREBON

Kunjungan Menkokesra RI (02/05/2010)

Kunjungan Menkokesra RI (02/05/2010)
Ketua Forum UPK sedang Menyerahkan Booklet PNPM Kab. Cirebon Kepada Menkokesra RI disaksikan oleh Bupati Cirebon
Powered By Blogger

Senin, 29 November 2010

Profil : Juinah Ketua Kelompok SPP

Juinah
Kader Pemberdayaan Sejati


Juinah

Penghargaan untuk Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) terbaik di PPK/PNPM Mandiri Perdesaan mungkin sudah ada. Tetapi kalau ada penghargaan untuk KPMD terlama, barangkali Juinah pantas menerimanya. Bagaimana tidak? Sejak PPK masuk ke kecamatan Ciwaringin tahun 1998, dialah fasilitator desanya. Dan ketika tahun 2009, Kec. Ciwaringin mendapatkan PNPM masih tetap Juinah selaku KPMD di Desa Bringin. Dia seperti dilahirkan untuk menjadi kader di desa. Lihat saja kesibukannya, di samping sebagai KPMD, dia juga merangkap kader PKK, kader Posyandu, kader Dasawisma dan lain kegiatan di desanya. Belum lagi, ditambah side job sebagai “asisten” Bidan Desa saat menangani ibu-ibu melahirkan. Ketika “rehat” sebagai KPMD, tanggungjawabnya sebagai ketua kelompok SPP tetap dijalankan sebagaimana mestinya. Aktifitas sebagai kader desa seperti sudah menjadi hobinya. Pokoknya, hampir semua kegiatan di desa tidak pernah terlewatkan oleh Juinah.
Juinah saat melaksanakan tugasnya,  setor SPP ke UPK "Amanat" Kec. Ciwaringin
Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari Juinah. Pendidikannya cuma sampai SMP. Pemahamannya pun tentang PNPM selaku KPMD tidak terlalu bagus. Tetapi bila melihat semangat pengabdian dan ketulusannya, barangkali kita perlu banyak belajar darinya. Bayangkan saja, sebagai ibu yang sendirian membesarkan keempat orang anaknya, dia masih sanggup menjalani berbagai aktifitas sosial. Suaminya memang telah lama berpisah dengannya sebelum PNPM ada. Ia hanya mengandalkan dana pensiunan ayahnya yang pensiunan Polri. Sambil berdagang kecil-kecilan dari modal SPP untuk tambahan ekonomi keluarganya. Bahkan termasuk pemanfaat yang baik sejak PPK tahun 2000 sampai sekarang, meski bukan yang terbaik. Karena, bila melihat perkembangan usahanya tidak pernah berkembang. Baginya yang penting eksistensi keluarga adalah nomor satu. Dan Juinah telah membuktikan itu, setidaknya kepada lingkungan di sekitarnya. “Boro-boro kangge ngembang nang usaha pak, angsal sediten telas sedinten. Kula sih milet SPP, lumayan kangge nyambung urip ” katanya polos kepada Buletin dengan logat Cirebon yang kental. Maksudnya, hasil dagangannya berkejar-kejaran dengan kebutuhan sehari-hari. Keikutsertaannya dalam perguliran SPP, lumayan untuk menyambung hidup.
Hidup di tengah-tengah lingkungan yang konsumtif, karena tawaran menjadi TKW di luar negeri cukup menggiurkan. Tetapi Juinah tidak terpengaruh dan tetap percaya diri mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Buktinya, dua orang anaknya telah lulus S-1 dan semua dari PTN. Bahkan yang pertama telah diterima sebagai CPNS setahun yang lalu. Anak ketiganya sedang menyelesaikan semester akhir di IAIN. Dan yang terakhir masih duduk di kelas 3 SMAN I Ciwaringin. Ketulusan Juinah mendidik mereka terlihat dari kegigihan anak-anaknya untuk mengangkat derajat keluarganya.
Menapaki usianya yang ke-48, Juinah tetap optimis menjalani roda kehidupan. Sikapnya yang nrimo membuatnya seperti tidak punya beban menjalani hidup. Kesibukan sebagai kader pun tidak pernah luput. Sedangkan Kelompok SPP yang dibinanya, tetap eksis dengan 10 orang anggota. Saat ini, kelompok Telagamidang mengelola pinjaman sebesar 20 juta rupiah. Di kelompoknya, ia disegani karena kegigihannya dalam menjaga agar dapat mengembalikan tepat waktu. Termasuk, bagaimana dia menjaga hubungan dengan UPK dan semua kelembagaan yang terkait dengan PNPM di desanya.
Dalam kasus Juinah, barangkali memunculkan pertanyaan yang perlu dipikirkan jawabannya oleh semua pelaku PNPM. Apakah PNPM berhasil? Apakah Juinah memanfaatkan SPP untuk konsumtif atau produktif?. Yang jelas, Juinah mungkin hanya salah satu dari sekian banyak pemanfaat PNPM yang mengalami kasus serupa. (Buletin UPK, Nopember 2010)

Baca selengkapnya......

Jumat, 19 November 2010

Profil Kelompok Cihantap

Kelompok SPP Cihantap Memang Mantap
(Profil Kelompok Unggulan dari Kec. Sedong Kab. Cirebon)



Kelompok ini bermula dari keinginan para penjahit di Dusun I blok
Cihantap, desa Panambangan, untuk meningkatkan usaha yang telah mereka geluti bertahun-tahun. Maka ketika pada tahun 2004, PPK menawarkan pinjaman dana awal, dengan tekad kuat ibu Maryam dan kawan-kawan membentuk sebuah kelompok SPP. Harapannya dengan mendapatkan pinjaman dari PPK, tentu modal usahanya akan bertambah. Dan sudah pasti produksi dan pelayanan jasanya pun menjadi meningkat.
Pada awal berdirinya, kelompok yang diberi nama Cihantap ini terdiri atas 5 (lima) orang anggota dengan pinjaman PPK sebesar Rp. 6.000.000,-. Dengan modal tersebut, mereka memulai mengembangkan usaha secara berkelompok. Caranya dengan menawarkan jasa pembuatan baju seragama jam’iyah pengajian, dinas instansi, baju pengantin dan lainnya. Salah satu yang pernah memanfaatkan jasanya adalah Jam’iyah ibu-ibu Al-Hidayah kecamatan Sedong. Pesanan dari jam’iyah ini semakin meneguhkan keyakinan untuk meningkatkan usaha mereka. Secara berangsur-angsur kelompok ini semakin banyak menerima order konfeksi. Bersamaan dengan semakin banyaknya order yang diterima, maka otomatis anggota pun bertambah. Sampai dengan tahun 2010, anggotanya telah bertambah menjadi 11 (sebelss) orang.
Bahkan pinjamannya telah meningkat saat ini menjadi Rp. 30.000.000,-.
Usaha yang mereka rintis bersama sudah mulai kelihatan hasilnya. Bahkan dirasakan oleh mereka manfaatnya dalam menopang pendapatan keluarga. Karena sebagian besar suami mereka bekerja di luar kota, maka penghasilan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Menurut Maryam, ketua kelompok Cihantap menuturkan “ Adanya pinjaman PPK/PNPM melalui UPK Mekarsari, kami merasa sangat terbantu” . Disamping persayaratannya yang cukup mudah, juga pemanfaat tidak hanya sebagai peminjam pasif. Pelatihan-pelatihan tentang cara menguatkan dan mengembangkan kelompok pun diajarkan oleh UPK. “Kami diajarkan tentang administrasi kelompok dan bagaimana membuat laporan keuangan kelompok. Sehingga seluruh anggota bisa mengetahui perkembangan usaha kelompoknya” demikian kata Maryam. Memang. salah satu tugas pokok UPK adalah memberikan pembinaan kepada kelompok-kelompok pemanfaat.
Sementara itu menurut anggota lainnya, Meli “ Belum lama ini kami mendapatkan kunjungan Bapak-bapak dari Provinsi, karena dianggap sebagai kelompok unggulan. Terus terang kami sangat bangga karena tidak kami menyangka akan hal itu. Tentunya kami semua bersyukur karena mendapatkan perhatian dari pemerintah. Mudah-mudahan bisa mendorong usaha kami menjadi semakin maju pesat.” katanya. Kelompok Cihantap memang kelompok SPP unggulan yang mendapat kunjungan dari Tim Penilai UPK Tingkat Provinsi pada tahun 2010.
Dari sebelas anggota yang dalam kelompok Cihantap, ada sebagian yang bekerja sebagai pedagang. Mereka umumnya berdagang di lokasi-lokasi sekolah atau tempat keramaian lainnya. Meski kecil skala usahanya tetapi mereka sangat terlihat perkembangannya. Lihat saja Ibu Rusminah yang sehari-hari berdagang di SDN I Panambangan. Dulu, berdagang dengan menggunakan lapak seadanya, kini sudah bisa membuat tempat berdagang permanen. “Pokoknya kelompok SPP Cihantap, mantaplah! Karena sangat terasa hasilnya terutama oleh kami para pedagang kecil” demikian kata Rusminah.

Oleh : Kodir Sheva

Baca selengkapnya......

Kamis, 18 November 2010

Profil UPK Susukan

Efisiensi Biaya untuk Mengejar Pertumbuhan
(Profil UPK Kecamatan Susukan)



Pengurus UPK dari kiri ke kanan : Fakhrudin, SE, Istiqomah, SE, Tardi, dan Suradi
Tahun 2003 adalah tahun pertama Kecamatan Susukan mendapatkan Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Pada saat itu, kecamatan ini tidak terlalu optimis bisa mengembangkan UPK secara optimal sebagai lembaga keuangan milik masyarakat. Bagaimana tidak, modal awal yang diperoleh dari hasil keputusan MAD hanya sebesar 21,4 juta rupiah untuk UEP dan 95 juta rupiah untuk simpan pinjam perempuan (SPP). Dengan modal sebesar itu, UPK sebagai pengelola kegiatan harus ekstra hati-hati dan efisien. Sebab, rasio kecukupan modal awal untuk tetap bisa eksis, sekurang-kurangnya antara 250 – 300 juta rupiah. Setidaknya dibandingkan dengan UPK-UPK lainnya yang menerima program pada tahun yang bersamaan. Mengapa? Karena faktanya di Kabupaten Cirebon hampir sebagian besar lembaga keuangan yang dibentuk oleh program tidak mampu bertahan, salah satunya karena tidak tercukupinya rasio kecukupan modal awal.

UPK kecamatan Susukan mencoba membuktikan sebaliknya. Dengan modal awal hanya sebesar 116,4 juta rupiah, mampu melayani masyarakat dan bertahan hingga saat ini. Bahkan menurut data yang dirilis Fasilitator Kabupaten, UPK ini termasuk paling efisien diantara sejumlah UPK yang ada di Kabupaten Cirebon. Rata-rata penggunaan biaya operasional pertahun hanya sebesar 30-40% saja. Sedangkan, pertumbuhan dana di UPK ini menurut data tersebut cukup memuaskan. Per semester kedua tahun 2010 menunjukkan bahwa pertumbuhan dana UPK Susukan sebesar 50,65%. Sehingga, menempatkan UPK ini pada posisi kedua setelah Gempol dalam hal efisiensi biaya operasional. Dalam hal pertumbuhan dananya berada posisi ketiga di bawah Klangenan dan Kapetakan.
 
Menurut Ketua UPK Susukan, Fakhrudin, SE “ Pengurus berusaha seefisien mungkin menggunakan biaya operasional, karena kita mengejar pertumbuhan. Dengan harapan pelayanan kepada kelompok SPP maupun UEP bisa lebih optimal” katanya. Di samping pertumbuhan dana yang cukup baik, kerjasama kelembagaan yang terkait juga cukup kondusif. Sinergi antara Pengurus, Badan Pengawas dan BKAD berjalan efektif. Dengan tiga orang pengurus dan satu orang staf, UPK Susukan mampu menujukkan eksistensinya hingga tahun ketujuh. Hingga saat ini total asset produktif SPP/UEP yang dikelola UPK telah mencapai 1,1 milyar. Persentase pengembalian pinjamannya pun cukup memuaskan, yakni rata-rata di atas 93%.
Tentu keberhasilan tersebut tidak terlepas dari kinerja para pengurus. Saat ini UPK dengan nama “Mandiri” ini, dikelola oleh tiga orang pengurus, Fakhrudin, SE sebagai Ketua, Istiqomah, SE selaku bendahara, Tardi pada sekretaris dan ditambah seorang staf penagih yaitu Suradi. Sementara itu dalam hal pengawasan juga didukung oleh para tokoh masyarakat yang cukup berpengaruh di wilayahnya. Badan Pengawas yang diketuai oleh Nawawi, secara rutin melakukan pengawasan terutama dalam hal efisiensi pengunaan biaya operasional.
 
Memperhatikan perkembangan UPK “Mandiri”, tentu bisa menjadi inspirasi bagi UPK-UPK lain di Kabupaten Cirebon. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian adalah peribahasa yang mencoba dibuktikan oleh para pelaku PNPM di Kacamatan Susukan. Menurut Sekretaris UPK, Tardi “ Kami sendiri menganggapnya menanggapnya biasa saja. Maksudnya tidak ada kiat-kiat spesial yang kami terapkan selain mencoba taat azas dan aturan. Sehingga prosedur dan prinsip-prinsip PNPM dapat dijalankan sebagaimana mestinya” tuturnya. Masih menurut Tardi, sampai saat ini tidak kurang dari 175 kelompok UEP/SPP yang dilayani oleh UPK. Salah satu kelompok unggulannya adalah kelompok SPP “Soka”dari desa Ujunggebang.

Baca selengkapnya......

Selasa, 16 November 2010

Cakrawala: Pidato Obama

Pidato Obama


Tiba-tiba saja, kata “bakso” dan “sate” begitu trendy di seantero nusantara. Jelas, popularitas dua kata ini bukan karena perubahan yang spektakuler dari komposisi maupun kualitasnya, karena cukup sulit mengukurnya di negeri yang beribu-ribu tukang bakso dan tukang sate. Tetapi karena dua kata ini menjadi bagian dari pidato Presiden AS, Barrack Obama. Dan yang sangat menakjubkan adalah sekitar enam ribu audiens di Balairung UI seperti terhipnotis oleh pidato sang Presiden. Termasuk saya yang sangat awam dalam politik maupun ketatanegaraan dan hanya menyaksikan dari layar televisi, terhanyut oleh pidato beliau. Meskipun saya tidak pernah yakin dalam pidato dan kunjungan sesingkat itu mampu merubah keadaan kita menjadi lebih baik. Akan tetapi, seni bekomunikasi yang ditunjukkan Obama sangat menggambarkan mengapa rakyat Amerika pantas memilihnya. Dia selalu memilih diksi-diksi yang tepat untuk disampaikan kepada mustami’ (pendengar) yang mengelu-elukannya.
Meski demikian, tulisan saya ini tidak untuk membahas lebih jauh tentang pidato Obama ataupun biografinya, karena saya tidak punya kapasitas untuk itu. Saya hanya ingin menegaskan bahwa komunikasi menjadi bagian yang sangat penting untuk efektitifitas pencapaian tujuan apapun. Keberhasilan suatu tujuan apalagi tujuan itu bersifat umum, sangat dipengaruhi oleh seberapa efektif komunikasi yang dibangun. Dan komunikasi menjadi efektif apabila dibangun melalui kesetaraan atau kesamaan derajat. Karena kesetaraan dapat menghilangkan sekat yang menghalangi komunikasi timbal balik. Dengan komunikasi timbal balik, akan tercipta ruang untuk memahami keinginan dan harapan satu sama lain. Keadaan seperti itu pasti lebih mempercepat pencapaian tujuan bersama.
Lantas apa relevansinya dengan UPK, Konsultan atapun PNPM secara umum? Apakah selama ini komunikasi kita kurang efektif? Jawabnya kembali kepada kita semua. Karena bukan kapasitas saya untuk memberikan judgement tentang hal ini. Akan tetapi, sebagai sesama pelaku PNPM, saya harus jujur masih prihatin dengan kondisi ini. Terutama dalam mengkomunikasikan tujuan PNPM yang kita usung bersama. Pengurus UPK harus memiliki inisiatif untuk membangun komunikasi yang efektif, baik dengan internal pengurus maupun dengan pihak lain dalam konteks tujuan yang sama. Misalnya saja, kelompok-kelompok SPP maupun UEP yang begitu banyak, tidak akan pernah efektif apabila kita tidak mengkomunikasikan secara gamblang bahwa hakikatnya apa yang mereka manfaatkan adalah milik mereka sendiri. Komunikasi yang efektif dan terus menerus tentunya akan melahirkan rasa memiliki yang kuat. Dengan begitu, tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan dana masyarakat/PNPM tidak hanya pada pengurus tetapi tumbuh karena kesadaran mereka sendiri. Sekali lagi, hal ini bisa terjadi manakala kita mengemas komunikasi dengan semangat kesetaraan dan kesejajaran. Siapapun tidak perlu merasa lebih tinggi, karena tidak ada satu pihak pun yang lebih rendah dalam pencapaian tujuan bersama. Masing-masing kita memiliki peran strategis untuk mensukseskan tujuan PNPM, sesuai TUPOKSI-nya. Siapapun kita, harus berani membuka peluang seluas-luasnya untuk menciptakan komunikasi yang efektif. Dan lebih penting lagi, menutup serapat-rapatnya celah terjadinya kesenjangan komunikasi. Karena tidak mungkin program pemberdayaan berhasil bila masih ada kesenjangan komunikasi.
Jadi, bukan karena Obama ingin diakui sebagai bangsa Indonesia pada pidato beliau 10 Nopember lalu, Tetapi karena dia sangat menyadari bahwa pidatonya akan ditanggapi biasa saja, apabila tidak dibangun dengan menunjukkan kesetaraan. Dengan begitu sejarah mencatat, inilah pidato Presiden Amerika yang paling banyak disimak masyarakat bahkan oleh masyarakat kecil sekalipun. Dan tentunya kita tidak perlu belajar menjadi Obama, tetapi cukup introspeksi dan memperbaiki terus menerus cara berkomunikasi kita. Good luck !!! for all my best friends.

Kang Ujang

Baca selengkapnya......

Kamis, 11 November 2010

Cakrawala : M. Yunus, Pendekar Mikro Kredit

PENDEKAR MIKRO KREDIT
Muhammad Yunus
Setidaknya ada beberapa alasan kenapa tema ini diangkat, yaitu; Pertama ; kesamaan dalam bidang garapan (mikro kredit) yang tidak hanya berorientasi kepada “uang” semata, tetapi diharapkan dengan adanya mikro kredit tersebut dapat meningkatkan, memberdayakan potensi/kapasitas kaum papa. Kedua; Kesamaan nama dengan salah satu pelaku program kita (Alm) Mantan Ketua UPK Kapetakan, semoga dengan tulisan ini dapat mengenang dan mendoakan kembali atas jasa dan kebaikan almarhum. Muhammad Yunus lahir tahun 1940, adalah seorang bankir dari Bangladesh yang mengembangkan konsep kredit mikro, yaitu pengembangan pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin yang tidak mampu meminjam dari bank umum. Yunus mengimplementasikan gagasan ini dengan mendirikan Grameen Bank.
Yunus lahir di Chittagong, dan belajar di Chittagong Collegiate School dan Chittagong College. Kemudian ia melanjutkan ke jenjang Ph.D. di bidang ekonomi di Universitas Vanderbilt pada tahun 1969. Selesai kuliah, ia bekerja di Universitas Chittagong sebagai dosen di bidang ekonomi. Saat Bangladesh mengalami bencana kelaparan pada tahun 1974, Yunus terjun langsung memerangi kemiskinan dengan cara memberikan pinjaman skala kecil kepada mereka yang sangat membutuhkannya. Ia yakin bahwa pinjaman yang sangat kecil tersebut dapat membuat perubahan yang besar terhadap kemampuan kaum miskin untuk bertahan hidup.
Pada tahun 1976, Yunus mendirikan Grameen Bank yang memberi pinjaman pada kaum miskin di Bangladesh. Hinggal saat ini, Grameen Bank telah menyalurkan pinjaman lebih dari 3 miliar dolar ke sekitar 2,4 juta peminjam. Untuk menjamin pembayaran utang, Grameen Bank menggunakan sistem "kelompok solidaritas" atau mungkin dengan bahasa lain “tanggung renteng”, Kelompok-kelompok ini mengajukan permohonan pinjaman bersama-sama, dan setiap anggotanya berfungsi sebagai penjamin anggota lainnya, sehingga mereka dapat berkembang bersama-sama.
Keberhasilan model Grameen ini telah menginspirasikan model serupa dikembangkan di dunia berkembang lainnya, dan bahkan termasuk di negara maju seperti Amerika Serikat.
Melalui gagasan ini, Yunus memenangkan Hadiah Budaya Asia Fukuoka XII 2001. Ia juga terpilih sebagai penerima Penghargaan Perdamaian Nobel (bersama dengan Grameen Bank) pada tahun 2006.

AKAR KEMISKINAN (ROOT OF POVERTY)
Menurut Yunus kemiskinan menjadi ancaman paling berbahaya bagi manusia, apakah karena memang manusianya? Atau karena memang beginilah kehidupan?
Ternyata bukan karena factor manusia dan kehidupan, semua manusia berupaya bahkan punya potensi untuk maju dan kaya hanya saja system dimana manusia itu berada tidak menjadikan potensi untuk sukses itu tidak maksimal. Karena system yang baku (conventional) selama ini tidak berpihak kepada kaum lema, semakin memiskinkan yang miskin, atau si miskin menjadi “objek” untuk memperkaya si kaya.
Bertolak dari system conventional itulah kemudian Yunus mendirikan Garmeen Bank. System itu tidak saja menguatkan kaum miskin secara ekonomi, lebih dari itu menghidupkan kembali potensi mereka untuk “berdaya” ditengah-tengah masyarakat.
Menurut Yunus setidaknya ada dua poin penting untuk menanggulangi kemiskinan secara efektif:
1. Menumbuhkan percaya diri (self confidence) masyarakat miskin dan hal ini tidak akan terjadi pada sistem kapitalis yang cenderung menjadikan si miskin sebagai “objek”. Yunus dengan Garmeen Bank-nya menjadikan anggotanya bagian atau memiliki kepemilikan dari sistem atau menjadikan anggotanya sebagai “subjek” sehingga tumbuh kepercayaan diri untuk bangkit dari kondisi yang ada.
2. Mengubah sistem, Yunus menganggap sistem keuangan kini (kapitalis) tidak mendukung kebangkitan kaum miskin, malah mendukung terjadinya monopoli sehingga yang terjadi adalah si kaya makin kaya dan sebaliknya.
Yunus berependapat bahwa sistem kapitalis bukan sebuah sistem untuk menyelematkan manusia dari ancaman kemiskinan. Lebih dari 94 % kekayaan dunia saat ini dinikmati oleh sekitar 40 % penduduk dunia, sementara 60 % lainya hanya membagi-bagi 6 % kekayaan dunia, sekitar ½ atau lebih penduduk dunia hidup di bawah $2 sehari dan lebih dari 1 Milyar manusia hidup di bawah $1 perhari.

Lalu sistem bagaimanakah yang ditawarkan Yunus melalui (GB) Garmeen Bank-nya ? setidaknya ada empat hal kunci sukses Garmeen Bank :
1. Jika bank konvensional meminjamkan uang kepada mereka yang mempunyai jaminan, GB justru memberikan pinjaman kepada mereka yang tidak punya apa-apa. Disinilah perubahan sistem yang ditawarkan Yunus sangat kontras dengan sistem konvensional. Mereka tidak punya apa-apa bukan berarti tidak mampu, hanya perlu motivasi dan sentuhan untuk menumbuhkan kepercayaan diri.
2. Jika bank konvensional membangun relasi dengan pelangganya dengan jaminan pengacara, GB membangun relasi dengan pelangganya dengan kepercayaan (trust), ia menjelaskan bahwa sebenarnya “legal fees” bisa ditiadakan.
3. Jika bank konvensional meminjamkan uang kepada mereka yang punya kapasitas berdagang, GB justru memberikan pinjaman kepada mereka yang mengatakan “saya takut untuk meminjam karena tidak tahu bagaimana memutar keuangan” . Disini GB membangun kepercayaan anggotanya bahwa mereka punya kapasitas cuma perlu stimulus untuk tampil
4. Jika bank konvensional beroperasi sebagai “money machine”, GB menambahkan dengan “social system”. Artinya GB juga melirik aspek-aspek hubungan kemanusiaan, dan kemudian GB mengembangkan apa yang disebut dengan “social business” / perusahaan sosial
Lalu bagaimanakah dengan program pemberdayaan kita ??? .
Demikian, Waalahul muwafiq ila aqwamitthariq, Wasalam
Oleh: Ahmad Khotib, FK Kecamatan Greged cirebon

Baca selengkapnya......

Jumat, 05 November 2010

Sarana Prasarana

Dalam rubrik ini buletin UPK menyuguhkan sarana prasarana unggulan PNPM Mandiri Perdesaan tahun anggaran 2009, yang telah diresmikan oleh Bupati Cirebon pada momentum hari jadi Kabupaten Cirebon.Rabat Beton Pasaleman



Rabat beton ini dibangun dengan biaya keseluruhan sebesar Rp. 273.223.000,-, yang bersumber dari BLM PNPM Mandiri Perdesaan sebanyak Rp. 271.843.000,- dan swadaya masyarakat sebanyak Rp. 1.380.000,-. Jalan beton ini dibangun sepanjang 899 meter, menghubungkan desa Pasaleman dengan desa Cigobangwangi. Lokasi tepatnya berada di RT 08 RW 10 dan melwati beberapa blok.
Dari segi manfaat jelas masyarakat menyambut gembira atas pembangunan fasilitas umum ini. Setidaknya ada sekitar 565 kk yang dilalui jalur ini, belum termasuk pemanfaat lain di desa tersebut dan masyarakat Pasaleman dan sekitarnya. Rabat beton ini memang layak menjadi unggulan…selamat yah buat A’ Indra.


Poskesdes Pekantingan
Sarana prasarana unggulan Kecamatan Klangenan pada tahun anggaran 2009 adalah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) di desa Pekantingan. Bangunan dengan luas 9 x 7 m2 ini dibangun dengan biaya Rp. 97.770.450,-. Pembiayaannya bersumber dari BLM sebanyak Rp. 95.294.150,- serta penyerapan swadaya sebanyak Rp. 2.476.300,-. Letak bangunannya  berada di RT 03 RW 02 Blok  Karang jembe.
Tidak diragukan lagi sebagai sarana penunjang peningkatan kesehatan masyarakat Poskesdes ini cukup vital. Dalam keadaan darurat, masyarakat tidak perlu lagi datang ke Puskesmas. Tapi cukup ditangani oleh bidan desa setempat, di poskesdes. Apalagi pemerintah daerah maupun pusat sudah banyak meluncurkan program bagi kemudahan masyarakat mendapatkan jaminan kesehatan.  Kita tentu berharap pemdes dan dinas terkait dapat mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas umum ini. Nuhun nya kang Ferdi….

Baca selengkapnya......

Rabu, 03 November 2010

Cakrawala: Grameen Bank di PNPM MPd


Grameen Bank  di PNPM  Mandiri Perdesaan

Oleh : Ahmad Khotib, S.Ag.*)


Tidak ada yang lebih mengesankan dari Prof Muhammad Yunus (peraih Hadiah Nobel bidang ekonomi tahun 2006), selain pesannya kepada masyarakat miskin di Bangladesh tentang apa yang ia kerjakan sekarang ini adalah agar generasi yang akan datang mengetahui bahwa “dengan tumbuh dan Berkembangnya Grameen Bank (Bank pedesaaaan), Kemiskinan pada suatu saat nanti hanya mungkin ditemui di musium. Tekad yang begitu tegar dari seorang ekonom dengan latar belakang pendidikan ekonomi di negara paling liberal Amerika serikat tersebut, sangat mencengangkan para ekonom dari sebagian besar negara maju. Tetapi ide yang dikemukakan dan dilaksanakan secara konsekwen oleh Profesor Yunus ternyata didukung oleh banyak kalangan, baik pemerintahan maupun swasta, termasuk dari bekas Presiden Amerika serikat Bill Clinton. Bahkan Nyonya Hilary Clinton pada tahun 1997 berkenan menjadi ketua presidium pengembanganm Grameen Bank untuk Negara Bagian Arkansas.
Grameen Bank terlahir dari rasa keputus-asaan Yunus atas teori ekonomi yang muluk-muluk tetapi tidak menyentuh kemiskinan, dan atas keengganan lembaga keungan formal terutama perbankan untuk memberikan kredit bagi kelompok miskin yang dinilai tidak potensial untuk menjadi nasabah Bank. Dari hasil pengamatannya selama tahun 1975 s/d 1976 Yunus menyimpulkan bahwa kemiskinan bukan karena mereka malas dan bodoh, tetapi karena masalah mendasar dalam system (kemiskinan structural), yaitu mereka tidak memiliki modal, sedangkan untuk meminjam kepada lembaga perkreditan formal mereka terbentur pada masalah agunan. Pada waktu pengamatan berikutnya Yunus mengetahui bahwa ada jaminan yang lebih berharga dari anggunan dalam kehidupan kelompok miskin yaitu Social capital.
Selain itu ia berkeyakinan bahwa kelompok miskin mempunyai kemampuan terpendam untuk mempertahankan hidup dan ini telah dibuktikan dengan eksistensi mereka dari generasi ke generasi. Dari 2 keyakinannya ini Yunus betekad untuk membangun Bank yang mau memberikan modal bagi kelompok miskin, dimulai dengan proyek percobaaan kredit mikro, yang berhasil mengangkat 500 orang anggotanya untuk melewati garis kemiskinan. Yang menarik untuk dicermati yaitu yang menjadi sasaran utama keanggotaan Grameen Bank adalah kaum wanita dan sampai dengan tahun 2005 dari jumlah anggota Grameen Bank di Bangladesh telah berkembang menjadi lebih dari 2 juta orang, dari jumlah ini 94 % nya adalah wanita.
Pilihan wanita untuk menjadi anggota Grameen Bank didasarkan pada pemikiran bahwa tanggung jawab wanita terhadap keluarga lebih besar dan wanita akan membelanjakan uangnya hanya untuk kepentingan keluarga. Oleh karena sasarannya ini maka Grameen Bank pada awalnya mendapat tantangan dari banyak pihak, karena dinilai bertentangan dengan budaya setempat, seperti para wanita mengadakan pertemuan/rapat mingguan dan memanggil nama wanita dengan namanya sendiri dan bukan nama suaminya atau nama keluarganya.

Bersambung…

*) Ahmad Khotib, S.Ag. adalah Fasilitator Kecamatan Greged.Kab. Cirebon

Baca selengkapnya......

Selasa, 02 November 2010

Head Line


UPK Mekarsari Ikut Seleksi Tingkat Provinsi


UPK Mekarsari Kecamatan Sedong mengikuti seleksi UPK  tingkat provinsi. Pemilihan UPK terbaik ini dilakukan secara periodik oleh Tim Koordinasi PNPM Mandiri Perdesaan Provinsi Jawa Barat. .Menurut ketua tim H. Aminullah, dari BPMD Provinsi,  dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan ini dimaksudkan untuk memotivasi seluruh UPK maupun pelaku PNPM lainnya di Jawa Barat untuk selalu  memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya sehingga dapat berjalan sesuai harapan serta mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan secara Nasional  dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM.
Aspek-aspek  penilaian dalam seleksi ini meliputi tertib administrasi kegiatan, optimalisasi kelembagaan PNPM, dan keterlibatan partisipasi masyarakat dalam mendukung program. Menurut Agus Pramudijono, Fasilitator Keuangan Kabupaten, “ UPK Mekarsari dianggap paling layak memenuhi ketiga aspek tersebut, bahkan telah mendapatkan  penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri RI beberapa waktu yang lalu, sebagai UPK terbaik I di Kab. Cirebon ” katanya.. 
Dalam sambutan penerimaannya Camat Sedong, Dra. Idra Fitriani, MM, menyampaikan bahwa masyarakat kecamatan Sedong menyambut baik kehadiran Tim dan merasa bangga karena mendapat kehormatan bisa mengikuti seleksi UPK terbaik. Lebih dari itu, para pelaku PNPM di Sedong berharap dapat memperoleh predikat UPK Terbaik Tingkat Provinsi.
Seleksi yang  berlangsung pada 16 Juli 2010 ini, terbagi dalam dua sesi. Pertama,  wawancara dengan para pelaku PNPM baik di tingkat kecamatan maupun desa, bertempat di kantor UPK. Dan  sesi kedua,  kunjungan ke lapangan  untuk melihat  secara langsung hasil-hasil kegiatan PNPM, baik sarana prasarana ataupun kegiatan ekonomi produktif dari kelompok simpan pinjam perempuan (SPP).
Hadir mendampingi Tim Penilai pada kesempatan itu, Satuan Kerja PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten Cirebon beserta para Fasilitator  Kabupaten. Sedangkan dari tingkat kecamatan hampir seluruh pelaku PNPM mengikuti kegiatan ini, terutama para kuwu selaku Pembina kegiatan di tingkat desa. 
Setelah break untuk melaksanakan salat Jum’at, kegiatan dilanjutkan dengan kunjungan lapangan. Beberapa kegiatan yang dikunjungi Tim adalah pembangunan Poskesdes dan TPT di desa Putat dan Panambagan. Sedangkan kelompok ekonomi yang dikunjungi adalah kelompok Sumberjati dan SPP di desa Cihantap. Kedua kelompok ini mengelola kerajinan mebeler dan menjahit bagi kaum ibu.
Kita semua turut berdoa, semoga saja UPK yang dipimpin Pak Kodir dan kawan-kawan  dapat mengharumkan PNPM Mandiri Perdesaan Kab. Cirebon tentunya, amiin.
Tim Seleksi UPK saat mengunjungi kantor UPK Mekarsari Sedong

Baca selengkapnya......

Profil: UPK Kecamatan Kaliwedi

Ketua UPK dan FK Kecamatan Kaliwedi Kab. Cirebon

 
UPK Kaliwedi Gelar MAD Perguliran I

Setelah mengakhiri keseluruhan proses dan tahapan PNPM Mandiri Perdesaan TA.. 2009, untuk pertama kalinya masyarakat Keliwedi menyelenggarakan musyawarah antar desa (MAD) perguliran. Kegiatan pasca program ini digelar dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pinjaman dana bergulir dari PNPM yang dikelola oleh UPK “ Al Barkah”.  Khususnya para calon pemanfaat kelompok simpan pinjam khusus perempuan (SPP). Beberapa diantara mereka  memang sebelumnya telah masuk dalam daftar tunggu (waiting list) pada saat usulan Dana Awal tahun anggaran 2009. Tentu saja, mereka sangat berharap mendapatkan tambahan modal pinjaman dari dana perguliran kali ini.
Bertempat  di Gedung PGRI setempat, kegiatan ini dilaksanakan pada 9 Juni 2009, dihadiri para pelaku PNPM, perwakilan kelompok calon pemanfaat dan tokoh masyarakat. Musyawarah  ini dibuka secara resmi oleh Camat Kaliwedi, Drs. Dedi Susilo, MM.  Pada kesempatan tersebut,  Camat juga mengharapkan agar masyarakat bisa memanfaatkan sebaik-baiknya dana PNPM dan jauh lebih penting lagi adalah melestarikannya sehingga bisa dinikmati secara terus menerus oleh masyarakat Kaliwedi. Seperti diketahui, dana PNPM adalah milik masyarakat sebagai modal pengembangan ekonomi di wilayahnya. Sehingga pelestariannya pun tergantung kepada masyarakat. .
Agenda dari MAD perguliran sendiri adalah untuk menyepakati jadwal perguliran dari mulai proses perencanaan / usulan hingga proses pencairan dana. Musyawarah ini dipimpin langsung oleh Ketua Forum MAD / BKAD, Sunaryo. Peserta musyawarah cukup antusias mengikuti kegiatan ini. Bahkan sesekali terjadi perbedaan pendapat yang tajam, karena perbedaan persepsi. Meskipun  demikian,  musyawarah ini berjalan lancar dan aman hingga penghujung acara.
Yang berbeda dari pelaksanaan kegiatan ini adalah tidak lagi didamping oleh Fasilitator Kecamatan. Karena Kaliwedi telah masuk ke kecamatan phase out maka tidak lagi mendapatkan pendampingan konsultan. Hal ini menjadi menarik karena dengan begitu maka masyarakat dituntut untuk menyelesaikan persoalannya secara mandiri, khususnya dalam mengelola dan memanfaatkan seoptimal mungkin dana ekonomi milik masyarakat tersebut. Dan terbukti kegiatan ini berjalan tanpa halangan apapun.     
Menurut Ketua UPK Kaliwedi, Komariyah,SE, “Alokasi dana perguliran  I yang siap digulirkan kepada masyarakat adalah  sebesar Rp. 186.000.000,-. Dana ini merupakan akumulasi setoran kelompok SPP, terhitung  sejak setoran pertama dana awal   program tahun anggaran 2009.” Berdasarkan usulan yang masuk ke UPK, tidak kurang dari 24 kelompok pemanfaat yang siap berkompetisi mengikuti perguliran. Kelompok-kelompok tersebut berasal dari seluruh desa di Kecamatan Kaliwedi.
 Masih menurut Komariyah, pemanfaat langsung /anggota dari kelompok SPP ini sekitar 220 orang . Pada umumnya mereka tergabung dalam kelompok aneka usaha. Dan sebagian besar dari mereka terdiri atas para pedagang kecil, dengan kebutuhan tambahan modal antara Rp. 500 ribu – 2 juta. “ Tentunya kita salurkan kepada mereka sesuai kebutuhan dan prioritasnya, mudah-mudahan pengembalian mareka tepat waktu  sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat menikmati dana PNPM di kecamatan Kaliwedi  ini .“ pungkasnya.

Baca selengkapnya......

Warta Gambar


Pengurus UPK Dilatih Aplikasi Pelaporan

Dalam rangkaian pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan tahun anggaran 2010, beberapa waktu lalu pengurus UPK se-Kabupaten Cirebon diberikan pelatihan aplikasi pelaporan keuangan. Kegiatan ini diselenggarakan dengan tujuan memberikan pembekalan dan peningkatan kemampuan dalam pengelolaan kegiatan. Pelatihan ini berlangsung selama 2 hari, dari tanggal 1 – 2 Juni 2010, bertempat di hotel Ayong Linggarjati. Pesertanya adalah seeluruh pengurus UPK dari 24 kecamatan penerima PNPM MP, baik kecamatan aktif maupun yang phase out. Sedangkan yang bertindak sebagai nara sumber  adalah para pelatih dari Regional Management Consultant (RMC) Jawa Barat yang didampingi oleh Fasilitator Kabupaten dan Fasilitator Keuangan Kabupaten Cirebon.
Dalam laporannya, ketua panitia pelatihan, Ujang Junaedi,ST menyampaikan bahwa kegiatan ini diikuti sebanyak 57 orang pengurus UPK.  Sedangkan pembiayaan kegiatan dialokasikan dari Dana Operasional Kegiatan Pelatihan Program dan operasional UPK. Ujang juga berharap pelatihan ini dapat memberikan hasil yang diharapkan. Hasil pelatihan sebagaimana yang diharapkan program,  yakni para peserta mengetahui dan memahami pengelolaan program, tupoksinya sebagai pengurus UPK, bentuk rencana kerja dan pelaporan,  serta memiliki keterampilan pendampingan dan bimbingan.
  Pelatihan ini dibuka secara resmi oleh Kabid PUEM dan TTG BPMPD Kabupaten Cirebon, H. Imam Ustadi, S.Si. yang mewakil Kepala BPMPD.  Dalam sambutannya Kepala BPMPD menekankan kepada seluruh pengurus UPK  agar dalam pelaksanaan PNPM senantiasa selalu Tertib Administrasi dan Taat Aturan. Karena dengan begitu mudah-mudahan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Baca selengkapnya......

Prospekita: Kalau Saja...


Kalau Saja

Pada saat rehat pelatihan, seperti biasanya kami berkumpul di kamar tempat saya  menginap. Pada waktu itu teman saya mengeluh, kalau saja tidak ada kemacetan pinjaman pasti maju PNPM ini. Teman saya yang lain membenarkan juga bahkan menambahkan kalau saja pinjaman kita menggunakan agunan yang jelas yakin tidak ada kemacetan. Saya jadi terpancing, sambil bergurau kata saya kalian semua tanggung mestinya kalau saja Pemkab terus memberikan subsidi operasional bagi UPK pasti beban operasional bisa berkurang. Atau lebih ekstrim lagi, kalau saja kita tidak jadi pengurus UPK pasti tidak memikirkan tunggakan orang lain. Teman-teman tertawa, walaupun sebenarnya tertawa getir mentertawakan diri sendiri.    
Yah,  “kalau saja”, dua kata ini  nyaris tidak pernah terlepas dari kehidupan kita sehari-hari. Lazimnya digunakan untuk  menggambarkan sebuah  pengandaian atau kejadian yang secara fakta tidak terjadi. Dan umumnya, faktanya jauh lebih buruk  dari yang diandaikan atau sebaliknya bisa saja lebih baik. Yang pasti gabungan kata tersebut menginformasikan sesuatu yang tidak realistis dan menggambarkan suasana ideal.
Saya kira wajar saja teman-teman pengurus berpikir demikian, karena “kalau saja” bisa jadi terapi kepenatan yang menekan. Tapi hidup penuh dengan “kalau saja” juga kurang baik karena tidak bisa menerima kenyataan. Yang pasti, kita semua harus belajar menyukai persoalan apa pun yang sedang kita hadapi. Karena tugas kita sebagai pengurus memang  berikhtiar semaksimal mungkin  mengelola program agar mampu keluar dari persoalan yang membelit. Hasil dari ikhtiar kita,    biarkan orang lain menilai. Kalau pun tidak berhasil, itulah yang baru bisa kita lakukan. Tidak perlu cemas dan kehilangan optimisme.
Kita semua yakin dan percaya Allah Maha Mendengar, amiin.

Kang Ujang

Baca selengkapnya......

Cakrawala: Catatan Kecil untuk PNPM MPd...

Catatan Kecil untu PNPM Mandiri Perdesaan
Oleh : Iwan Hermawan*)

Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Tujuan akhir pembangunan adalah meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Syarat utama pembangunan ekonomi adalah bahwa proses pembangunan bertumpu pada kemampuan ekonomi dalam negeri, atau tepatnya pada kemandirian. Kemandirian mengandung arti bahwa proses pembangunan diciptakan dari setiap anggota masyarakat, oleh setiap anggota masyarakat, dan untuk setiap anggota masyarakat.
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang ada sudah sejak lama dan hampir bisa dikatakan akan tetap menjadi “kenyataan abadi” dalam kehidupan. Pengertian kemiskinan sendiri sebagai suatu konsep ilmiah yang lahir sebagai dampak terkait dari istilah pembangunan. Karena itu dalam setiap pembahasan tentang pembangunan, maka pembahasan kemiskinan mendapatkan tempat yang cukup penting. Pada tahap ini, kemiskinan dipandang sebagai bagian dari masalah dalam pembangunan yang keberadaannya ditandai oleh adanya pengangguran, keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.
Secara bersamaan, kenyataan tersebut bukan saja menimbulkan tantangan tersendiri, tetapi juga memperlihatkan adanya suatu mekanisme dan proses yang tidak beres dalam pembangunan. Penanggulangan kemiskinan perlu dilakukan secara bertahap, terus menerus dan terpadu yang didasarkan pada kemandirian yaitu meningkatkan kemampuan penduduk yang miskin untuk menolong diri mereka sendiri. Hal ini berarti pemberian kesempatan yang luas bagi penduduk miskin untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi yang produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih besar.
Pemberian kesempatan dan peningkatan kemampuan penduduk miskin menyangkut kemudahan untuk memperoleh sumber daya, mendayagunakan kemajuan teknologi, memanfaatkan pasar secara terus menerus, serta mendapatkan layanan dari berbagai sumber pembiayaan. dalam penanggulangan kemiskinan.  Pemerintah harus mengembalikan keberdayaan pada manusia sebagai pelaku sektor primer. Peran pemerintah hanya sekedar fasilitator, memberikan peluang dan kesempatan agar masyarakat mampu merumuskan langkah mereka sendiri.
Memberdayakan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Ini berarti bahwa memberdayakan masyarakat itu adalah memampukan dan memandirikan masyarakat, dalam hal ini rakyat yang berpendapatan rendah, miskin, dan terbelakang, khususnya dalam kehidupan ekonominya. Jadi pemberdayaan itu adalah upaya untuk membangun daya dan tenaga yang dimiliki masyarakat dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berusaha untuk dapat mengembangkan dalam kehidupannya.
Pembangunan yang muncul dari masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat, dan ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat merupakan strategi pembangunan yang perlu terus dimantapkan sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat secara berkelanjutan. Melalui strategi ini prinsip bantuan langsung, peranserta aktif, efisiensi, dan transparansi, serta produktifitas masyarakat menjadi pedoman dalam setiap langkah pembangunan nasional. Pemahaman tentang strategi demikian harus utuh sehingga bantuan program pembangunan dapat benar-benar efektif serta mampu meningkatkan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Program-program pembangunan perlu dipahami sebagai upaya pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Model pembangunan yang partisipatif mengutamakan pembangunan yang dilakukan dan dikelola langsung oleh masyarakat lokal, khususnya di perdesaan dalam wadah musyawarah pembangunan di tingkat kecamatan (atau dalam suatu area kluster/kelompok). Model pembangunan partisipatif menekankan upaya pengembangan
kapasitas masyarakat dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat. Segenap unsur masyarakat khususnya aparat pemerintah daerah diharapkan dapat membantu
menyiapkan masyarakat untuk menerima bantuan program bagi kegiatan ekonomi produktif. Penyiapan masyarakat dalam wadah kelompok masyarakat (pokmas) diharapkan dapat tumbuh menjadi suatu lembaga yang mampu merencanakan  melaksanakan, dan melestarikan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat
Beberapa hal yang menjadi realita di lapangan meskipun tidak bermaksud mengeneralisir tetapi menjadi penting untuk kita cermati :
Distorsi  dan  Monopoli  Informasi  
Satu  gejala  kuat  yang  terdapat  hampir  di  semua  desa  yang  menerima  program  ialah  monopoli  informasi  dan  sosialisasi  oleh  segelintir  elit  desa,  sehingga  prinsip  transparansi  tidak  berjalan.  Ketika  sosialisasi  program  dilaksanakan  di  kecamatan  yang  menghadirkan  para  kepala  desa,  ketua  BPD,  ketua  LPMD  dan  tokoh  masyarakat,  tujuan  dan  sasaran  program  sudah  dijelaskan  secara  rinci.  Distorsi  dan  monopoli  informasi  segera  terjadi  ketika  sosialisasi  serupa  dilakukan  di  tingkat  desa  atau  dusun,  karena  yang  hadir  dalam  pertemuan  tersebut  lagilagi  adalah  lapisan  elit  desa.  Hal  ini  bukan  sematamata  kesalahan  kaum  elit  desa  yang  seakanakan  menyembunyikan  orangorang  miskin  yang  berhak  atas  bantuan  dana  itu,  melainkan  terjadi  pula  karena  budaya  paternalistik  yang  sudah  mengakar  kuat.  “Bapakbapak  yang  datang  dari  kota  memberikan  “penyuluhan”  harus  disambut  oleh  orangorang  yang  patut  dan  terhormat  di  desa  itu.  Demikianlah  pandangan  kaum  elit  desa.
Tindakan  menghindari  transparansi  dan  monopoli  informasi  ini  juga  dilakukan  secara  sadar  oleh  para  elit  desa  dengan  alasan  takut  menjadi  bumerang  dan  membahayakan  kedudukannya.  Logikanya,  kalau  elit  menyebarkan  informasi  mengenai  bantuan  dana  program  seluasluasnya  kepada  seluruh  warga  desa,  mau  tak  mau  elit  tersebut  harus  ikut  bertanggung  jawab  atas  konsekwensi  dari  penyaluran  dana  tersebut  kepada  yang  berhak  yaitu kaum  miskin.  Masalahnya,  para  elit  desa  tidak  percaya  pada  kemampuan  orang  miskin  untuk  mengembalikan  dana  bantuan  guna  digulirkan  kembali.  Dalam  hal  ini,  elit  desa  yang  biasanya  di  dominasi  oleh  kepala  desa  beserta  perangkatnya  takut  pada  2  pihak.  Pertama,  pada  rakyatnya  sendiri  yang  bisa  jadi  akan  menuntut  perguliran  dana.  Kedua,  pada  atasannya  di  kecamatan  yang  sewaktuwaktu  akan  menuntut  pertanggungjawaban  dan  menimpakan  kesalahan  pada  kepala  desa,  jika  program  mengalami  kegagalan.  Bersikap  transparan  pada  warga  sendiri  tampaknya  bukan  hal  yang  mudah  bagi  seorang  elit  desa,  di  pihak  warga  telah  berkembang  pula  semacam  apatisme  dan  keraguan  bahwa  elit  desanya  akan  jujur  dalam  urusan  uang  asal  dari  pemerintah.
 Dagelan Musyawarah  Elit  Desa
Dalam  prakteknya,  musyawarah  desa  yang  diharapkan  menjadi  wadah  penggodogan  rencana  kegiatan  berbagai  proram secara  demokratis  dan transparan  sesuai  dengan  isi  juklak,  tak  lebih  sebagai  musyawarah  para  golongan  elit  desa.  Orangorang  miskin  yang  menjadi  sasaran  program  tidak  dilibatkan  ataupun  diinformasikan  tentang  pelaksanaan  program  dalam  suatu  musyawarah  yang  membicarakan  nasib  orang  miskin  itu  sendiri.  Keputusan  ditempuh  berdasarkan  pemikiran  para  elit  desa  mengenai  apa  yang  sebaiknya  dilakukan  dengan  dana  bantuan  program.  Fenomena  ini  merupakan  produk  lama  dengan  pihak  pimpinan  yang  senantiasa  menganggap  rakyatnya  bodoh,  dan  merekalah  yang  paling  tahu  atas  apa  yang  seharusnya  dilakukan  untuk  rakyat  miskin  itu.  Dengan  demikian,  partisipasi  yang  setara  dan  adil  terhadap  sumber  daya  dan  informasi  tidak  terlaksana  dalam  konteks  pengelolaan  program.
 Uang Kaget ala Program
Pengalaman  mengajarkan  pada  penduduk  desa  bahwa  program  bantuan  dana  dari  manapun  yang  melewati  Pemerintah  adalah  sesuatu  yang  idak  perlu  dikembalikan.  Bahkan,  terdapat  pandangan  bahwa  kewajiban  pemerintah  lah  yang  memberikan  bantuan  kepada  rakyatnya.  Bukan  hanya  kepala  desa  saja  yang  nakal  dalam  urusan  bantuan  dana  dari pemerintah, rakyat  yang  ‘polos’  sebagaimana  yang  sering  di  gambarkan  oleh  kalangan LSM.  Rencana  kegiatan  yang  dituangkan  dalam  usulan  proposal  jelas  merupakan  akalakalan  untuk  menangguk  rejeki.  Mereka  yang  pandai  membuat  proposal  demikian  bukanlah  rakyat  yang  sebenarbenarnya  miskin,  melainkan  mereka  yang  tergolong  kelas  menengah  di  desa.
Dalam  konteks  program,  sangat  sulit  untuk  menyakinkan  penduduk  desa  bahwa  dana  bantuan  yang  disalurkan  desanya,  merupakan  investasi  yang  dapat  mereka  kembangkan untuk  keuntungan  bersama  melalui  perguliran.  Ada  keraguan  didalam  diri  mereka  bahwa  penerima  pertama  tidak  akan  taat  untuk  mengembalikan  dana  yang  diperoleh,  sehingga  sikap  saling  percaya  tidak  bisa.  Hal  ini  sangat  kontras  dengan  model  arisan  yang  bisa  hidup  lestari  karena  dilandasi  oleh  adanya  investasi  modal  sosial  diantar  pesertanya.  Dalam  urusan  uang  bantuan  pemerintah,  yang  justru  tumbuh  adalah  sikap  saling  curiga  antar  warga  desa,  dan  antara  warga  dengan  aparat  desa  atau  kecamatan.  Dana  bantuan  tampaknya  dipahami  sebagai  rejeki  nomplok  yang  layak  diperebutkan!!!!.
 Birokrasi yang Setengah Hati
Pengelolaan  program  yang  mulai  mengakomodasikan  pendekatan  partisipatif,  tampaknya  merupakan  hikmah  dari  reformasi.  Namun,  di  tingkat  paling  bawah  khususnya  desa  dan  kecamatan,  apa  yang  terjadi  dengan  perubahan  paradigma  itu  adalah  kegamangan  yang  cukup  jelas  tampak  dalam  sikap  dan  perilaku  aparat  birokrasi,  atau  mereka  yang  selama  ini  menjadi  agen  pembangunan.  Pengelolaan  program   langsung  ke  masyarakat,  dengan  kebijakan  memangkas  jalur  birokrasi  kecamatan  atau  kelurahan  dan  mengurangi  kekuasaan  Camat  atau  Lurah,  membuat  para  ‘penguasa’  tersebut  menjadi  uringuringan,  bersikap  acuh  tak  acuh  terhadap  penyelenggaraan  proyek.  Mereka  seakanakan  ragu  (baca  khawatir)  dengan  privilege yang  sekonyongkonyong  dicabut  dari  tangannya  dan  diserahkan  ke  rakyat.
Kasuskasus  yang  terjadi  dalam  pelaksanaan  program  memperlihatkan  bahwa  prinsipprinsip  pengelolaan  yang  secara  konseptual  sesungguhnya  telah  membuka  peluang  bagi  terciptanya  infrastruktur  sosial  yang  kondusif  bagi  pengembangan  investasi  modal,  ternyata  dapat  dikatakan  belum  mencapai  tujuannya.  Proyek  inipun  belum  bisa  dikatakan  berjalan  dengan  sempurna  sebagai  contoh  model  pembangunan  partisipatif  yang  dirancang  oleh  World Bank dan  Pemerintah.  Kegagalan  ini  terjadi  karena  adanya  ‘distorsi’  yang  cukup  besar  dalam  menterjemahkan  prinsip‐prinsip  dari  program  yang  ada  di  tingkat  bawah,  terutama  oleh  aparat  atau  agen  pembangunan  (konsultan)  yang  masih  dikungkung  oleh  ‘budaya  dan  struktur  pembangunan’  orde  baru.
Mudah-mudahan catatan kecil ini bisa menjadi sesuatu yang ada arti walau seperti buih di tengah samudera setidaknya keberadaanya menjadi pelengkap gelombang samudera.
*) Mantan FK di Kab. Cirebon, sekarang PNS di Sumedang.

Baca selengkapnya......