Berbicara Burung Beo peliharaan teman saya memang cukup unik. Setidaknya, bila dibandingkan dengan burung Beo pada umumnya. Keunikannya adalah ‘nyerocos’ terus tidak mau diam. Kadang-kadang risih juga mendengarnya, karena agak “mengganggu” sekitarnya. Tetapi teman saya, si pemiliknya, terlihat bangga sekali memilikinya. Saya juga tidak heran dengan itu, sebab pemiliknya memang lebih ‘nyerocos’ lagi setiap kali terlibat dalam sebuah pembicaraan. Sekali berbicara seperti sulit dihentikan. Prinsip yang dipegang kuat-kuat olehnya adalah apa yang pernah disampaikan Bung Karno dalam sebuah pidatonya: “Saat ini dibutuhkan orang banyak bicara dan banyak kerja…”. Dan memang teman saya itu, tidak cuma bicara tetapi juga pekerja yang ulet. Sekurang-kurangnya, dia sangat menghindari untuk tidak ‘termakan’ oleh prinsipnya. Jadi, baginya Talkless do more itu, tidak berlaku. Hidup harus banyak bicara dan banyak kerja.
Saya jadi tertarik mengangkat prinsip teman saya itu dalam konteks kepengurusan UPK atau lebih luas lagi PNPM Mandiri Perdesaan. Sebagai pelaku program pemberdayaan, kuncinya adalah mampu melakukan sosialisasi yang efektif. Dan sosialisasi yang efektif salah satunya harus didukung oleh komunikasi yang efektif. Sehingga, keterampilan berbicara mutlak diperlukan oleh pelaku PNPM. Apalagi pengurus UPK, yang rutinitas pekerjaannya berhadapan dengan masyarakat secara langsung yang dikenal begitu heterogen. Bagi pengurus UPK, belajar untuk terus mengasah keterampilan berbicara adalah bukan pilihan tetapi keharusan. Mengapa harus belajar? Karena yang dibutuhkan oleh UPK adalah pembicara yang sistematik bahkan terkonsep. Dan media atau sarana pembelajaran untuk itu, sangat tersedia di PNPM. Coba bayangkan, berapa kali musyawarah yang dibutuhkan UPK dalam mengelola perguliran. Apalagi untuk kecamatan dalam proses. Karena ruh PNPM adalah musyawarah sebagai sarana utama pembangunan partispatif.
Terkadang prihatin juga, kalau melihat pengurus UPK tidak memanfaatkan media yang ada untuk terus belajar dan belajar. Dalam pikiran saya, apa nggak mubazir sudah honornya kecil tapi malas belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi. Karena saya begitu meyakini bahwa bakat itu hanya 1-10 % saja, sisanya adalah belajar dan kerja keras. Lebih prihatin lagi, jadi pengurus UPK bertahun-tahun hanya jadi anggota NATO (No Action Talk Only). Semoga Allah memberikan kemudahan untuk kita semua, amiin.
Kang Ujang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar